Upadate berita terkini
Perjalanan Kasus Dugaan Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa 8 Saksi
Kejagung telah memeriksa sedikitnya 8 saksi dalam kasus dugaan korupsi Pertamina. Berikut rangkuman penyelidikan kasus tersebut.
Kasus dugaan korupsi Pertamina dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama periode 2018 hingga 2023 belum melangkah ke babak meja hijau. Namun, Kejaksaan Agung atau Kejagung telah memeriksa sedikitnya delapan saksi pada Rabu, 5 Maret 2025 lalu.
Salah satu nama yang diperiksa sebagai saksi tersebut adalah influencer otomotif Fitra Eri. Pemengaruh yang juga berprofesi sebagai wartawan ini mengatakan pemeriksaannya hanya terkait aspek teknis kendaraan dan bahan bakar minyak (BBM). Bukan soal dugaan tindak pidana korupsi atau Tipikor-nya.
“Hanya seputar hal teknis umum mesin mobil dan pengaruh dari BBM. Tidak berkaitan perkara korupsinya,” ujar Fitra Eri saat dikonfirmasi Kamis, 6 Maret 2025.
Awal terungkapnya kasus
Terungkapnya kasus ini bermula dari adanya keluhan masyarakat di beberapa daerah ihwal buruknya kualitas produk BBM Pertamina jenis RON 92 alias Pertamax. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, laporan awal datang dari warga Papua dan Palembang, Sumatra SelatanBACA JUGA
Terungkapnya kasus ini bermula dari adanya keluhan masyarakat di beberapa daerah ihwal buruknya kualitas produk BBM Pertamina jenis RON 92 alias Pertamax. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, laporan awal datang dari warga Papua dan Palembang, Sumatra Selatan
“Kalau ingat, di beberapa peristiwa, ada di Papua dan Palembang terkait soal dugaan kandungan minyak yang katakanlah jelek. Ini kan pernah mendapatkan respons luas dari masyarakat bahwa mengapa kandungan terhadap Pertamax misalnya yang dinilai kok begitu jelek,” ujar Harli Siregar, Senin, 24 Februari 2025.Investigasi Kejagung temukan BBM oplosan
Menindaklanjuti laporan tersebut, Kejagung lantas melakukan investigasi dan mengumpulkan data. Berdasarkan alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik, penyelidikan tersebut mengungkap adanya praktik ‘pengoplosan’ atau blending dalam produksi Pertamax dengan Pertalite atau RON 90.
Penyidik menemukan bahwa ada RON 90 atau bahkan di bawahnya, yaitu RON 88, yang dicampur dengan RON 92. Jadi, ada praktik blending yang tidak sesuai dengan standar,” jelas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Kejagung endus adanya korupsi
Dari hasil penyelidikan, penyidik juga menemukan adanya kenaikan harga Pertamax serta besarnya subsidi dari pemerintah berkaitan dengan praktik ilegal di dalam tubuh Pertamina. Temuan ini mengarah pada dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.
Penyidik Kejagung mengindikasikan para pelaku sengaja mengatur kebijakan untuk mengurangi produksi minyak kilang domestik, sehingga impor dalam jumlah besar menjadi keharusan. Padahal, sesuai aturan yang berlaku, pasokan minyak mentah dalam negeri seharusnya diutamakan sebelum melakukan impor
Tersangka mengondisikan hasil rapat optimasi hilir (OH) untuk menurunkan readiness kilang, yang berujung pada penolakan minyak mentah dari kontraktor dalam negeri dan akhirnya mendorong impor,” kata Kejagung.
Kerugian negara akibat korupsi Pertamina
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan bahwa dugaan korupsi Pertamina tersebut telah menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun hanya dalam kurun waktu satu tahun. Namun, menurut Center of Economic and Law Studies (Celios) kerugian di tingkat konsumen juga tak kalah mengejutkan
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyoroti potensi consumer loss, di mana masyarakat membayar lebih mahal untuk BBM RON 92 yang sebenarnya berkualitas RON 90. Celios memperkirakan kerugian yang dialami konsumen bisa mencapai Rp 47 miliar per hari akibat perbedaan tersebut. Jika dihitung per tahun, angka tersebut mencapai Rp 17,4 triliun.
Selama ini pemerintah hanya fokus menghitung kerugian negara. Namun tidak menghitung kerugian masyarakat sebagai konsumen,” kata Huda melalui keterangan tertulis pada Jumat, 28 Februari 2025
Kejagung tetapkan sembilan tersangka
Adapun Kejagung masih melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan menetapkan enam petinggi Pertamina dan tiga orang dari sektor swasta sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka petinggi Pertamina berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Kejagung lantas melakukan investigasi dan mengumpulkan data. Berdasarkan alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik, penyelidikan tersebut mengungkap adanya praktik ‘pengoplosan’ atau blending dalam produksi Pertamax dengan Pertalite atau RON 90.
Penyidik menemukan bahwa ada RON 90 atau bahkan di bawahnya, yaitu RON 88, yang dicampur dengan RON 92. Jadi, ada praktik blending yang tidak sesuai dengan standar,” jelas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Kejagung endus adanya korupsi
Dari hasil penyelidikan, penyidik juga menemukan adanya kenaikan harga Pertamax serta besarnya subsidi dari pemerintah berkaitan dengan praktik ilegal di dalam tubuh Pertamina. Temuan ini mengarah pada dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.
Penyidik Kejagung mengindikasikan para pelaku sengaja mengatur kebijakan untuk mengurangi produksi minyak kilang domestik, sehingga impor dalam jumlah besar menjadi keharusan. Padahal, sesuai aturan yang berlaku, pasokan minyak mentah dalam negeri seharusnya diutamakan sebelum melakukan impor
Tersangka mengondisikan hasil rapat optimasi hilir (OH) untuk menurunkan readiness kilang, yang berujung pada penolakan minyak mentah dari kontraktor dalam negeri dan akhirnya mendorong impor,” kata Kejagung.
Kerugian negara akibat korupsi Pertamina
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan bahwa dugaan korupsi Pertamina tersebut telah menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun hanya dalam kurun waktu satu tahun. Namun, menurut Center of Economic and Law Studies (Celios) kerugian di tingkat konsumen juga tak kalah mengejutkan
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyoroti potensi consumer loss, di mana masyarakat membayar lebih mahal untuk BBM RON 92 yang sebenarnya berkualitas RON 90. Celios memperkirakan kerugian yang dialami konsumen bisa mencapai Rp 47 miliar per hari akibat perbedaan tersebut. Jika dihitung per tahun, angka tersebut mencapai Rp 17,4 triliun.
Selama ini pemerintah hanya fokus menghitung kerugian negara. Namun tidak menghitung kerugian masyarakat sebagai konsumen,” kata Huda melalui keterangan tertulis pada Jumat, 28 Februari 2025
Kejagung tetapkan sembilan tersangka
Adapun Kejagung masih melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan menetapkan enam petinggi Pertamina dan tiga orang dari sektor swasta sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka petinggi Pertamina berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023.
Comments
Post a Comment